Jumat, 10 Desember 2010
vena cava sup syndrome
Sabtu, 04 Desember 2010
Rabu, 01 Desember 2010
karsinoid mediastinal tumor
Male/33 th/ RSUD Dr. Soetomo surabaya
Keluhan Utama : bengkak pada leher, tersedak dan sesak
Gambar CT Scan kontras dan nonkontras potongan axial, coranal dan sagital; Tumor mediastinum superior yang hypovaskular dan mendesak struktur sekitarnya (Vena Cava Superior, trachea) serta pembentukan collateral -collateral vena.
Riwayat penyakit :
Beberapa pilihan terapi yang dianjurkan yaitu operasi ulang, radiasi atau tace (transarterial chemoembolization).
Dalam konsultasi dengan Prof. DR. dr. Triyono KSP, Sp. Rad (K) penderita memilih tindakan TACE, yaitu tindakan endovaskular menuju feeding artery dari massa kemudian di injeksikan chemoterapi dilanjutkan melakukan embolizasi dengan agent embolic.
Laporan case ini memperlihatkan beberapa pilihan terapi pada penderita tumor karsinoid mediastinum. Namun tingkat residif dari tumor tinggi sehingga perlu penanganan yang berkelanjutan.
Management tindakan dengan embolization biasanya pada tumor mediastinum yang hypervaskular seperti paraganglioma (tumor neuroendokrin) yang merupakan tindakan preoperatif mengurangi terjadinya komplikasi perdarahan perioperatif. Dalam angiografi suplai cabang tumor mediastinum berasal dari arteri bronchial kanan, arteri mammaria interna kanan, trunk thyrocervicalis kiri dan cabang-cabang kecil dari arteri bronchial kiri.
Karsinoid thymus adalah tumor ganas, lobulated, massa invasif dari mediastinum anterior dengan atau tanpa perdarahan dan necrosis. Umumnya metastasis ke kelenjar getah bening regional maupun metastasis jauh. Histologis mirip dengan tumor karsinoid yang ditemukan di tempat lain. Insiden tertinggi pada dekade keempat dan kelima. Karsinoid thymus dikaitkan dengan sindrom Cushing dan multiple endocrine neoplasia Syndrome. Pengobatan ini reseksi komplit bedah. Untuk tumor dengan lokal invasif, radioterapi dan kemoterapi digunakan untuk meminimalkan efek. Prognosis tumor buruk namun sulit untuk dinilai.
dr. Abd. Haris/dr. Anggun
Selasa, 23 November 2010
CASE REPORT
Female/12 th/ RSUD Dr. Soetomo surabaya
Keluhan Utama : nyeri perut bagian kanan bawah
CT Scan Abdomen
Gambar CT Scan kontras Kesimpulan: Hidronefrosis sedang-berat dengan penipisan korteks, ureter sinistra tidak terisi kontras, lesi kistik multiple yang saling berhubungan di cavum pelvis yang juga berhubungan dengan vagina. Tidak didapatkan vesicoureter reflux. Tidak terlihat ginjal kanan.
Riwayat penyakit :
Pasien pertama kali masuk rumah sakit saat berumur 18 bulan dengan keluhan pada saat BAK mengeluarkan nanah, serta perutnya membesar. Oleh dokter di diagnosa infeksi saluran kemih. Setelah beberapa hari dirawat keadaan pasien membaik kemudian dipulangkan. Sekitar satu tahun yang lalu, pasien mulai mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah. Nyeri tidak dirasakan di tempat lain, nyeri bersifat hilang timbul dengan kualitas seperti nyeri haid dan ditusuk-tusuk. Sejak setahun ini pasien mulai sering sakit-sakitan dan mudah lelah. Pasien tidak mengeluhkan perut mrongkol atau membesar. Pasien belum pernah menstruasi hingga saat ini. Saat ini pasien tidak mengalami gangguan BAB, BAK lancer keluar merembes lewat vagina, mengeluh agak nyesri saat BAK, pasien bias menahan kencing.Telah dilakukan nefrostomi diversi urin pada pasien di RSDS.
Pemeriksaan radiologi yang telah dilakukan:
a. BOF & IVP:
Kesimpulan: Single kidney sinistra, hidronefrosis dan hidoureter berat sinistra et causa obstruksi ureter distal sinistra, non visualized ren dextra
b. Renogram:
Kesimpulan: Ren dextra mengalami failure berat mengarah ke non function
Ren sinistra obstruksi
c. USG Abdomen:
Kesimpulan: Hidronefrosis berat dextra et sinistra suspect pelvic like kidney, cholelithiasis
d. CT Scan Abdomen dengan kontras:
Kesimpulan: Hidronefrosis sedang-berat dengan penipisan korteks, ureter sinistra tidak terisi kontras, lesi kistik multiple yang saling berhubungan di cavum pelvis yang juga berhubungan dengan vagina. Tidak didapatkan vesicoureter reflux. Tidak terlihat ginjal kanan.
DISKUSI
Dignosis oleh Urologi yaitu diagnosis primer suspek ectopic MUE dan suspek agenesis renal dekstra, dengan diagnosis sekunder kolelithiasis, serta diagnosis komplikasi hidronefrosis berat sinistra dan nonvisualized renal dikstra. Hingga saat ini masih dilakukan proses penegakan diagnosis yang melibatkan bagian Bedah Urologi, Obstetri & Ginekologi, dan Radiologi.
Agenesis renal adalah kegagalan formasi dari ginjal saat pertumbuhan fetus sehingga tidak adanya satu atau kedua ginjal. Pada orang dengan unilateral agenesis renal, ginjal yang tersisa bisa membesar dan meningkatkan resiko terjadi gangguan ginjal akibat kompensasi dari satu ginjal yang tersisa (Hiraoka, 2001). Pada agenesis renal biasanya juga disertai dengan malformasi dari organ genetalia oleh karena proses embriologi pada saat fetus yang terjadi bersamaan. Agenesis renal dapat di deteksi saat prenatal dengan pemeriksaan USG, sehingga diagnosis prenatal dapat menurunkan prevalensi kelahiran bayi dengan agenesis renal (Riley et al, 1998)
DM Radiologi: Errikha/Rose/Sylva/Arinanda/Dinda/Eldien
Kamis, 04 November 2010
aneurisma
Female / 70 th / Suspek aneurisma aorta abdominalis
Gambar : Aortography a,b. Introducer sheath panjang dengan kateter pigtail pada arteri iliaca communis dextra yang turtous, keadaan tersebut tidak mengsupport guidewire ataupun kateter kearah proximal aneurysma
b. Aneurysma arteri iliaca communis kiri dan kanan yang berbentuk fusiform dan turtous
c. Pasien sama, aortography a. Aneurisma aorta abdominalis dan kedua arteri iliaca communis yang berbentuk fusiform , d. Tampak cabang-cabang arteri iliaca communis sinistra yang juga turtous.
Aneurisma merupakan pelebaran dinding arteri oleh karena kelemahan lapisan tunika media dan tunika intima, yang menjaga elastis pembuluh darah . Bentuk aneurisma yaitu saccular dan fusiform yang terjadi karena aliran tinggi atau turbulensi darah (gambar G) sehingga membentuk tonjolan akibat tekanan tersebut. Arneurisma ini sering terjadi pada intracranial, thoracalis atau abdominalis.
Aneurisma akan mudah rupture yang menimbulkan perdarahan spontan pada lokasinya (Spontaneus Subarchnoid bleeding, perdarahan spontan hemithoraks atau abdominalis)
Tindakan yang dapat dilakukan penderita di atas ada 2 pilihan yaitu Open Surgery atau Endovascular Stent Graft. (gambar H)
Dr. Abd. Haris/Dr. Anggun
Minggu, 29 Agustus 2010
Tindakan percutaneus transhepatic biliary drainage
PTBD (PERCUTANEUS TRANSHEPATIC BILIARY DRAINAGE)
Contoh kasus RSUD Dr. Soetoma, Surabaya
Lab : Bilirubin direct 14,98 mg/dl, bilirubin total 18,14 mg/dl, SGOT 120 u/L, SGPT 119 u/L, albumin 3,6 g/dl, alkali phosphatase 1699, kreatinin serum 1,23 mg/dl, kolesterol total 532 mg/dl, trigliserida 337 mg/dl
Kesan : Pelebaran intrahepatik dan ekstrahepatik duktus biliaris ec. obstruksi duktus biliaris setinggi ampula vateri, disertai pocketed duktus biliaris ukuran 7,8x6,8x10,2 cm3 (Biloma post operasi cholecystectomi?)
Usul tindakan : dekompressi (PTBD)
Abd. Haris
Jumat, 20 Agustus 2010
Carotid Cavernous Fistula
CCF ini terbagi atas beberapa tipe :
Tipe-A fistula berasal langsung dari a carotis interna dengan sinus cavernosus (direct)
Tipe-B fistula berasal dari cabang meningeal dari a carotis interna dengan sinus cavernosus (indirect)
Tipe-C fistula berasal dari dari cabang meningeal dari a. carotis externa dengan sinus cavernosus (indirect)
Tipe-D fistula berasal dari cabang meningeal a. carotis interna dan a. carotis externa dengan sinus cavernosus (indirect)
Arteriogram penting dalam menentukan lokasi yang tepat dari fistula, suplai arteri, dan pola drain vena. Arteriography juga menyediakan akses untuk pengobatan definitif dari CCF. Saat ini, cara yang paling baik untuk mengobati CCF adalah melalui rute endovascular.
TINDAKAN
Tipe fistula A dapat ditindaki dengan endovaskular embolisasi pada fistula dengan menggunakan detachable ballon, posisi detachable ballon untuk mengoklusi fistula dan mempertahankan patensi dari arteri carotis interna. Keadaan pembuluh darah vena yang mengalir ke jugular interna dan sinus petrosal tidak lagi mendapat akses dari fistula tapi dari sinus cavernosus sendiri
Tipe fistula B, C dan D yang mempunyai fistula kecil sehingga dengan memberikan tekanan sendiri pada arteri carotis 20-30 detik 4 kali perjam untuk menimbulkan trombosis pada fistula. Penderita di instruksikan menekan a. carotis communis sisi yang sakit (ipsilateral) dengan tangan (kontralateral) dan jangan sampai terjadi iskemia selama penekanan. Jika kompresi ini tidak efektif dapat dilakukan selective endovascular embolization pada fistula arteri carotis externa. Pilihan material embolik yang available yaitu polyvinyl alcohol
Contoh : Kasus traumatik cedera kepala ringan, RSU Dr. Soetomo yang telah dilakukan Pemeriksaan arteriography dan CT angiography :
Kesimpulan kasus : Direct (Type A) carotid cavernous fistula (arteri carotis interna sinistra dengan sinus cavernous)
Rencana tindakan : Embolisasi fistula dengan detachable ballon
Rujukan :
Kobayashi N et. al ; endovascular treatment strategy for direct CCF resulting from rupture of intracavernous carotid aneurysm; AJRN Am J Neuroradiol 24:1789-1786, oktober 2003
Koenigsberg R et.al; Carotid-Cavernous Fistula Imaging; emedicine.medscape.com,update 2009
(Dina, Cristine, Haris)
Rabu, 18 Agustus 2010
terapi pada carotid cavernous fistula
CAROTID-CAVERNOUS FISTULATION
Broadly classified as either direct or indirect, on the basis of anatomic features depicted on angiograms
Symptomatic direct CCFs (type A):
- Spontaneously resolve only in rare cases
- Almost always require urgent treatment, goal: to eliminate flow through the fistula but also to maintain internal carotid patency
Angiography, computed tomography (CT) scanning, magnetic resonance imaging (MRI), and magnetic resonance angiography (MRA) are also useful in assessing the effectiveness of treatment
CT and MRI are the preferred radiologic modalities compared with angiography:
- Lower incidence of complications
- Ability to depict peripheral pathologies associated with CCFs (eg, enlargement of cavernous sinus and the ophthalmic vein)
Angiography is used to confirm CT or MRI findings prior to treatment
Plain radiographic findings are most useful for follow-up after embolization therapy, to evaluate balloon positioning or possible leakage
CT finding:
Enlargement of the ipsilateral cavernous sinus
Enlargement and tortuosity of the superior ophthalmic vein
Enlargement of the extraocular muscles
Proptosis
MRI finding:
= CT
Abnormal flow voids in the affected cavernous sinus
Decreased MRI signal in the involved cavernous sinus
Dilated intercavernous sinuses and intercavernous vessels
Lateral wall convexity of the cavernous sinus
Dilated superior ophthalmic vein, ipsilateral or contralateral
Orbital edema
USG:
Orbital sonograms demonstrate signs similar to those on CT scans and MRIs. In addition, orbital sonogram may demonstrate a reversal of flow direction in the superior ophthalmic vein.
Dilated tortuous veins may be prominent on B-scan echograms. With the A-scan method, dilated ophthalmic veins may be evident. A-scan ultrasonography also can show thickening of the optic nerve.
Nuclear Medicine:
Radionuclide cerebral angiography performed with technetium-99m pertechnetate shows increased uptake of the tracer in the area of the carotid siphons, with rapid clearance. This study is useful in the early postoperative period in a patient with a large CCF repair when angiography may be dangerous.
Angiography:
To accurately identify a carotid-cavernous fistula, selective catheterization of the right and left external and internal carotid arteries and the vertebral arteries is necessary.
Including the entire skull in lateral projection imaging is important.
On an intracavernous carotid arteriogram in a patient with direct CCF, arteriovenous shunting into the cavernous sinus is evident
Immediate filling of the petrosal sinus and/or the ophthalmic vein is commonly evident when the intracavernous carotid artery is injected. Frame rates of greater than 5 frames per second and intracavernous carotid arterial injection rates of greater than 7 mL/s may aid in evaluating the morphology of high-flow fistulas.
The Mehringer-Hieshima maneuver may also be useful in improving delineation of the lesion. This maneuver involves a 2- to 3-mL/s injection into the ipsilateral intracavernous carotid artery with manual compression of the artery below the catheter tip in the neck. This compression allows flow control within the artery to aid in demonstrating the location of the tear.
The Huber maneuver involves an injection of the ipsilateral vertebral artery, with lateral-projection angiography performed by using manual compression of the affected carotid artery during the injection. The retrograde siphon filling of the cavernous sinus is evident. The maneuver helps in identifying the upper extent of the fistula, and it can further help in demonstrating double-hole traumatic fistulas and complete cavernous-intracavernous carotid artery transection.
Kamis, 12 Agustus 2010
pengaruh sistem imun pada terapi hepatoma
PENGARUH SISTEM IMUN PADA TERAPI HEPATOMA
HEPATOMA
= hepatocellular carcinoma
Tu ganas hati primer yg plg sering ditemukan
E/ : - virus hepatitis B,C,D
- sirosis hati
- aflatoksin
- infeksi
- keturunan dan ras
Predisposisi
Pada individu yg tdk imunokompromais :
respon imun (humoral dan selular) thd
kanker .
Efektor sistem imun humoral dan selular pd destruksi kanker
A. Mekanisme humoral :
1. Lisis oleh antibodi dan komplemen
2. Opsonisasi melalui antibodi dan
komplemen
3. Hilangnya adhesi oleh antibodi
B. Mekanisme selular:
- destruksi oleh sel CTL/Tc
- destruksi oleh sel NK
- destruksi oleh makrofag
Antigen pd kanker :
- TSA
- TAA
Manifestasi paraneoplastik pd hepatoma :
-Hiperkalsemia
-Eritrositosis
-Hiperkolesterolemia
-Alfa feto protein (petanda tu yg baik utk
hepatoma) ok sel-sel hati mengalami diferensiasi spt pd masa janin.
Antibodi yang dibentuk oleh tubuh terhadap antigen kanker diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas ( leukemia, metastase kanker ) dibanding kanker padat. Dengan kata lain destruksi sel kanker lebih efisien bila sel kanker ada dalam suspensi, dan adanya destruksi kanker sulit dibuktikan pada kanker yang padat. Dari sifat-sifat imunologis tersebut diatas maka terapi untuk kanker yang padat termasuk hepatoma adalah lebih sulit dan belum memberikan harapan yang baik.
Mungkin perlu dipertimbangkan pemberian imunoterapi untuk memanipulasi respons imun terhadap kanker untuk meningkatkan destruksi kanker. Imunoterapi yang dapat diberikan adalah :
a. Imunoterapi pasif, yaitu :
- antibodi monoklonal
- imunotoksin
b. Imunoterapi aktiv :
- infus sitokin
c. Lymphokine activated killer cells
d. Tumor infiltrating lymphocyte
e. Macrophage activated killer cells.
Rabu, 11 Agustus 2010
SISTEM IMUN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN TERAPI HEPATOMA
SISTEM IMUN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN TERAPI HEPATOMA
Wikipedia
- Virus Hep B/C menginduksi sel2 imun utk menyerang hepatosit sehat secara berulang2
Eur J Gastroenterol.Hepatol. 2004
- Sel dendritik memproses & mempresentasikan antigen utk mengaktivasi sel T naif & jika dipenuhi antigen tumor, sel dendritik akan menstimulasi respon anti-tumor spesifik yg bersifat tahan lama
The Lancet
- Aflatoxin menekan imunitas seluler, terutama pd populasi di daerah endemik
Journal of Biomed Science
- Autofagi:
Concanavalin A melalui manosa (glikoprotein di membran sel) akan masuk ke mitokondria, menyebabkan autofagi & berakhir dg kematian sel - Imunomodulasi:
Con A (mitogen sel T) mengaktivasi respon imun hepar yg mengeradikasi tumor
Pembentukan nodul tumor dihambat oleh sel T CD8+ shg diperoleh memori imun thd antigen tumor spesifik
West Indian Med Journal
- Hepatoma:
Limfosit T & B meningkat
Sel NK meningkat
Makrofag berkurang
World Journal Gastroenterol
- AFP 20 mg/L menyebabkan ekspresi FasL & TRAIL sel hepatoma meningkat; menghambat ekspresi Fas & TRAILR limfosit
- Hal ini berakibat sel hepatoma mampu menghindari surveilans imun limfosit host
thefreelibrary
- AFP:
Suatu protein antigenik lemah
Harus dipresentasikan bersamaan dg sel dendritik utk menimbulkan respon imun
Maka dibuat suatu vaksinasi sel dendritik
Diskusi journal radiologi
1. Pendahuluan
Hepatocelluler carcinoma (HCC) merupakan penyakit kanker terlima terbanyak di dunia, mempunyai prognosis yang buruk sebagai tumor hepar yang maligant. Pada U.S. pasien dengan sirosis oleh karena infeksi kronik hepatitis B atau C, alkoholik dan hemocromatosis mempunyai risiko mendapatkan HCC. Dengan kombinasi studi imaging (Ultrasonography, CT dan MRI) dan elevasi level darah dari alfa-fetoprotein (AFP) menjadi lebih efektif dalam diagnosis. HCC yang resectable (biasanya kecil) dengan fungsi hati yang baik ditindaki dengan reseksi bedah namum yang unresectable biasanya ditindaki dengan TACI (transarterial chemo-infusion) atau TACE (transarterial chemo-embolisasi) sesuai prosedur inklusi maupun eksklusi .
2. Faktor risiko :
a. Hepatitis B atau Hepatitis C
b. Alkohol
c. Alfatoxin B1
d. Drug, medication dan chemical
e. Hemocromatosis
f. Cirrhrosis
3. Pemeriksaan Diagnostik HCC
Sel-sel HCC biasanya memproduksi hormon yg tersebar ke sistem tubuh kemudian memperlihatkan test darah abnormal berupa ;
• High red blood count (erytrocytosis)
• Low blood sugar (hypoglicemia)
• High blood calcium (hypercalcemia)
Alfa feto protein (AFP) mempunyai sensitivitas 60 % dalam menentukan HCC dan 40 % kelainan HCC memperlihatkan nilai normal. Nilai AFP lebih dari 500 ng/4µL dinyatakan sangat mendukung sebagai HCC. AFP yang berkurang berkolerasi dengan ukuran HCC yang juga mengecil sehingga abnormal AFP pada kelainan HCC dapat menjadi marker respon tindakan.
Imaging Study dapat memperlihatkan ukuran, jumlah, keterlibatan pembuluh darah dan penyebaran extrahepatika .
Evaluasi sel-sel hormonal HCC, Alfafetoprotein dan studi imaging pre maupun post tindakan TACE atau TACI dapat disimpulkan adanya komplit atau parsial respon , tidak ada perubahan, atau progressive disease.
4. Tindakan TACI atau TACE penderita HCC
Tindakan TACI atau TACE sebagai terapi pilihan paliatif. TACI arteri hepatika adalah memberikan dosis tinggi agen kemoterapi langsung ke hepar melalui feeding arteri tumor hepar dan mengurangi komplikasi lokal dari infusi arteri hepatika dengan drug delivery sistem seperti lipiodol, mikrokapsul dan bentuk mikrosphere. TACE arteri hepatika yaitu disamping memberikan agen kemoterapi langsung keorgan target juga dilakukan tindakan embolisasi. Tindakan ini lebih menguntungkan dibanding ligasi arteri hepatika karena dapat menimbulkan oklusi perifer serta mengurangi pengembangan sirkulasi kollateral. Kemoembolisasi merupakan suatu kombinasi simultan intraarterial kemoterapi dan embolisasi perifer pada suplai arteri ke tumor dan Gelfoam partikel dan campuran lipiodol dengan sejumlah agen khemoterapeutik seperti mitomicin C, doxorubicin dan cisplatin menjadi campuran yang sekarang luas digunakan utk kemoembolisasi arteri hepatika.
• Tumor responsive terhadap kemoembolisasi• Tumor unresectable• Vena portal paten • Fungsi liver dalam batas normal (normal level alkali fosfatase dan aspartat transaminase)• Level serum bilirubin <2>Kriteria eksklusi tindakan kemoembolisasi ;
• Hepatic encephalopathy • Clinically apparent Jaundice • Oklusi vena portal • Hepatofugal portal vein flow • Extrahepatik tumor • Ruptur liver atau penetrasi tumor pada kapsul liver • Fungsi liver yg buruk (coagulopathy yg tdk dpt dikoreksi dgn vitamin K, level lactat dehidrogenase lebih three time institusional upper limit dari normal, elevasi alkaline fosfatase • Serum bilirubin level lebih dari > 5 mg/dl• Obstruksi biliary• Serum kreatinin level > 2 mg /dl• Hb Level <>
Note : (albumin level <> 2 mg/dL tetapi kurang dari 5 mg/dL dan coagulopathy dapat dikoreksi dgn vit. K, jika factor tersebut terjadi kombinasi maka risiko gagal hepar dapat tidak disetujui
Prosedur umum tindakan TACI atau TACE
Intravenous hydration
Propilaktik antibiotik
Premedication (analgesik, sedatif dan anti emetik)
Selektif arterial chemoembolisasi (mixture 10 ml iopamidol, 20 ml ethiodized oil and cytotoxic agent)
HCCàChemoterapi agent doxorubicin 60 mg
Injection should be slow with continuous fluoroscopic monitoring to ensure that is no reflux of chemoembolization material
Setelah Chemoembolisasi diberikan medikasi rutin (furasemide, hydromorphone hydrocloride, acetaminofen, prochlorperazine maleat, famotidine, lactulose)
AUTOIMMUNE DISEASE
Autoimmune chronic hepatitis terjadi 5 % dari semua penyakit hepar merupakan Inflamasi proggresive hati yang memperlihatkan abnormalitas sistem immune tubuh dan berhubungan produksi antibodi (globulin) sehingga menimbulkan kerusakan dari mekanisme immunoregulator. Keadaan ini dapat diperlihatkan;
Level transaminase AST dan ALT meningkat penderita kelihatan kolestatik
Peninggian level globulin atau antibody (>5 gm/dl) (Quantitative immune globulins can be helpful in making the diagnosis of autoimmune hepatitis)
Positive auto-antibody
Multi-system disease (thyroid, arthritis, other organs)
HLA A1,B8,DR3,DW3
TERAPI
Prednisolon 30-40 mg/harià respon terlihatàturunkan dosis
Standar dosis Prednisolon 10-15 mg/hari
Dosis rendah prednisolon Kombinasi azathioprine 50 mg/hari
Referensi :
01. Gates J et al. Chemoembolization of hepatic neoplasma : safety complication, and when to RadioGraphics 1999; 19:399–414
02. O Nawawi et al. Transarterial embolisation of hepatocellular carcinoma with doxorubicin-eluting beads: single centre early experience. Biomed Imaging Interv J 2010; 6(1):e7