Selasa, 30 Juni 2009

PERNAH TERBENTUR PADA KEPALA ?









Tim embolisasi di RSU DR Soetomo Penderita setelah di embolisasi



kondisi awal sebelum embolisasi

Hari pertama post embolisasi




Di era kemajuan teknologi, kendaraan makin banyak, dan lalu lintas makin padat, rawan untuk terjadi kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, perlu berhati-hati dan disiplin dalam mematuhi peraturan lalu lintas serta memakai pelindung diri. Ini semua penting dalam meminimalisasi trauma, terutama trauma kepala. Benturan pada kepala dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah daerah kepala yang memberi nutrisi pada otak. Kelainan ini dapat menyebabkan mata merah, menonjol dan apabila dirawat oleh dokter yang kebetulan jarang menemukan kasus semacam ini, bisa menimbulkan kebutaan. Pembuluh darah yang memberi nutrisi pada otak di daerah dasar tengkorak melewati struktur tulang yang rentan terhadap trauma. Arteri carotis merupakan pembuluh darah besar yang memberi nutrsi ke otak yang berjalan dalam rongga tulang yang dilewati system vena, yaitu sinus cavernosus. Bila terjadi luka ringan saja pada dinding pembuluh darah dan hematom pada dinding pembuluh darah yang kemudian berhubungan dengan system vena (sinus cavernosus) akan terjadi fistulasi/hubungan yang makin lama makin besar oleh karena perbedaan tekanan yang besar antara system arteri dan system vena. Lubang ini tidak akan bisa menutup oleh karena beda tekanan yang besar, dan makin lama tekanan system vena yang berhubungan dengan sinus cavernosus akan jadi membesar dan berdampak terjadi aliran ke vena ophthalmica dan vena-vena yang lain. Vena-vena ini akan menyebabkan bola mata bertekanan tinggi dan mendesak bola mata, di mana ada saraf-saraf cranial yang penting, yaitu Nervus III, IV dan VI yang akan berdampak pada kelumpuhan otot mata serta memberi dampak pandangan double pada mata. Biasanya penderita akan mengeluhkan suara ‘wes wes” di telinga yang mengganggu.

Di RSU Dr.Soetomo, telah dilakukan banyak pengobatan dengan berkembangnya Radiologi Intervensional di bawah pimpinan pakar intervensional radiology Prof.Dr.dr.Triyono.K.S.P, SpRad(K). Teknik pengobatan ini lebih baik, oleh karena merupakan tindakan yang minimal invasif. Beberapa tahun ini, kasus CCF ini semakin meningkat. Tindakan ini lebih disukai karena penderita tidak perlu dilakukan operasi di daerah kepala, dengan demikian bila tindakan ini berhasil, penderita bisa pulang keesokan harinya.

Puluhan kasus telah dilakukan pengobatan ini dan memberikan hasil yang sangat baik. Diperlukan kerjasama yang baik antara tim dokter di bawah koordinator Prof.Dr.dr.Triyono.K.S.P, SpRad(K) bersama dokter-dokter radiologi dan perawat Instalasi Diagnostik Intervensi (IDIK) dengan peralatan angiografi yang baik, maka tindakan ini memberikan hasil yang sangat baik.

Tindakan dilakukan dengan cara melepaskan balon di dalam lubang fistula yang dimasukkan melalui pembuluh darah dengan suntikan di daerah paha. Bergantung berat ringannnya fistula tersebut, kita bisa melakukan sumbatan satu atau lebih balon. Tindakan ini jauh kurang invasif dibanding operasi dan lebih aman terhadap pembuluh darah dibanding ligasi/mengikat pembuluh darah carotis yang memberi feeding ke otak. Teknik ini sedikit rumit, oleh karena kecilnya peralatan yang digunakan dan sedikit kompleks dan perlu pelatihan khusus. Balon detachable ada beberapa ukuran. Balon ini dimasukkan pada pembuluh darah yang mengalami kebocoran dengan posisi awal dikempeskan sampai di lokasi dengan bantuan imaging, balon dikembangkan dan dilakukan pengetesan apakah sumbatan sudah optimal atau belum. Bila belum dapat, bisa ditambah sampai beberapa balon terpasang di daerah pembuluh darah yang bocor.

Contoh Kasus 1 :

Laki-laki, 16 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas pada bulan Februari 2009 dan jatuh dari sepeda motor, terbentur pada kepala sisi kiri, 2 hari kemudian mata merah, 2 minggu kemudian mata bengkak dan terasa berdenyut. Dilakukan terapi embolisasi dengan balon detachable pada bulan Mei 2009 di RSU Dr Soetomo dan berhasil dengan baik. Pembengkakan dan warna merah pada mata kiri sangat berkurang secara bertahap, suara “wes-wes”/mendesir pada telinga hilang.

Gambar :

Tidak ada komentar: